PERJALANAN KE EMAUS



Seorang bapak berkisah, bahwa ia tinggal di perkampungan yang mayoritas beragama non Kristen. Hidup kemasyarakatan cukup baik dan menyenangkan. Tetapi mengenai hidup menggereja sungguh memprihatinkan, karena mereka yang beragama katolik di tempat itu hanya 5 kk sehingga tidak mendapat ijin untuk membangun gereja. Pastor datang melayani Ekaristi cuma sekali sebulan dan itu pun dilaksanakan di rumah umat secara bergiliran. Pelan-pelan keadaan itu membuat hidup menggerejanya semakin lemah dan nyaris di ujung tanduk. Tidak akan lama lagi, besar kemungkinan bahwa kelompok jemaat yang ada di kampung itu bisa saja terseret oleh ‘arus’ agama mayoritas. Dia dan teman-temannya seiman putus harapan karena gesitnya godaan dan iming-iming dari tetangga yang sulit ditolak.

Suatu kali di satu keuskupan lain ada pentahbian imam sebanyak 15 orang yang diselenggarakan di lapangan sepak bola. Seorang dari imam yang ditahbiskan adalah keponakannya sendiri. Hal ini mengharuskannya pergi untuk ikut serta dalam acara tahbisan. Inilah pertama sekali ia melihat perayaan pentahbisan imam, yang menurutnya, suatu perayaan yang sungguh membuka matanya yang tertutup oleh dunia kampungnya selama ini. Ia tidak pernah melihat orang katolik ribuan orang berkumpul dalam satu perayaan iman dengan berdoa, bernyanyi memuji Tuhan penuh sukacita. “Mataku membelalak, serasa tidak berkedip memandang ke-15 imam baru selama perayaan, yang penuh anggun dan bersahaja mengambil alih tugas Yesus di dunia ini”, kisahnya dengan penuh semangat di hadapan jemaat kecil di kampungnya. Bagi si bapak, acara pentahbisan imam dihadiri ribuan umat dan ratusan imam yang memadati lapangan luas menjadi titik balik baginya membuka mata yang tertutup selama ini. Ternyata ia tidak sendirian. Ia semakin sadar bahwa umat katolik ternyata bukan hanya 5 kk seperti selama ini ia alami di kampungnya. Ia masih mempunyai jutaan teman seiman di berbagai belah dunia yang walaupun secara fisik tidak bersama, tetapi secara rohani tetap saling mendoakan satu sama lain.

Saudara-saudari terkasih. Injil hari ini mengisahkan perjalanan kedua murid ke Emmaus. Oleh rasa putus asa yang mendalam karena kematian Yesus, mata kedua murid terselubungi oleh kesedihannya. Mereka tidak mengerti mengapa hal yang sudah didambakan pupus seketika. Dambaan mereka adalah bahwa Yesus kelak akan menjadi raja dan penguasa Israel. Tetapi harapan itu sirna oleh kematian-Nya. Mereka berdua banyak berdiskusi tentang Kitab Suci sepanjang perjalanan, tetapi mereka tidak mengerti apa yang mereka diskusikan. Namun kehadiran Yesus yang berjalan bersama mereka dan memberikan roti pada mereka di rumah penginapan, itu membuka mata mereka lebar-lebar. Mereka baru sadar dari lamunan ketika Yesus menerangkan apa yang tertulis dalam Kitab Suci sepanjang perjalanan. Mata mereka terbuka ketika Yesus memberikan roti kepada mereka seperti yang Ia lakukan pada perjamuan malam terakhir.

Titik balik mereka dari rasa putus asa kini terjadi ketika selubung mata mereka dibukakan oleh kejadian menakjubkan itu. Yesus tidak meninggalkan mereka dalam kebimbangan. Hal yang serupa terjadi dalam hidup kita. Pengalaman-pengalaman tertentu dalam hidup kita sering menjadi titik balik bagi kita untuk semakin kuat dalam beriman. Ada yang imannya dikuatkan setelah sembuh dari penyakit, setelah mendapat keturunan, setelah ikut acara retret, setelah ikut anggota Legio Maria, setelah bergabung dalam kelompok Kitab Suci dll. Banyak peristiwa yang akhirnya menjadi titik awal pembuka mata kita dari yang dulunya tidak peduli dengan Gereja akhirnya bersemangat kembali. Kedua murid dari Emmaus segera kembali ke Yerusalem dengan penuh semangat setelah berjumpa dengan Yesus dalam perjalanan. Mereka menceritakan, mewartakan apa yang mereka lihat dan alami sendiri. Sekarang, saya mengajak kita secara pribadi-pribadi untuk melihat hidup kita, saat-saat kapankah kita sungguh-sungguh mengalami Yesus bersama kita, yang membuka mata kita untuk kembali beriman? Kita semua pasti pernah mengalami ‘emmaus’(berjalan bersama Yesus), kapankah itu? Mari sejenak mengingat saat-saat pertobatan kita, saat di mana kita sungguh mengalami Yesus ada di sisi kita dan memberi semangat baru bagi kita. Amen. Alleluya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”