Berakar dan hidup di dalam Kristus

Hari Minggu Paskah V
P. Paulus Tongli, Pr
Sumber Inspirasi: Yohanes 15:1-8
Suatu hari seorang anak yang sedang bermain-main menemukan sebuah telur di tengah semak-semak. Ia membawa pulang telur itu dan menempatkan telur itu ke dalam keranjang di mana seekor induk ayam sedang mengerami telurnya. Telur itu menetas bersamaan dengan telur ayam yang lain. Ternyata telur itu adalah telur burung elang dan menetaskan seekor anak elang. Anak elang itu bertumbuh bersama dengan anak-anak ayam. Anak elang itu mengikuti cara hidup anak-anak ayam, mengais kotoran dan memakan cacing atau pun binatang-binatang kecil yang ditemukannya. Ia pun tidak pernah menggunakan sayapnya, meskipun sayapnya bertumbuh berbeda dari anak-anak ayam. Bertahun berlalu, dan suatu saat ia melihat seekor burung yang terbang dan tampak sangat agung menantang tiupan angin. Burung itu begitu memukau anak elang yang telah tumbuh dewasa itu, sehingga tanpa sadar ia berteriak “wou, hebat sekali, seandainya aku bisa terbang seperti itu”. Tetapi ayam yang lain berkata, “tidak usah bermimpi. Engkau tidak akan pernah seperti dia. Dia itu elang, yang memang hidupnya di udara, sementara kita ini ayam yang harus mencari makanan kita di tanah”. Maka elang yang malang itu tidak pernah lagi bermimpi untuk terbang, dan ia mati dengan pikiran bahwa ia adalah seekor ayam kampung. 

Ceritera ini menekankan pentingnya gambaran kita yang benar akan diri kita. Umat manusia di dalam Kitab Suci digambarkan seperti cabang-cabang pohon anggur. Kita membutuhkan pokok anggur, dari mana kita mendasarkan dan mendapatkan hidup. Pokok itu mendasari sekaligus membatasi harapan-harapan dalam hidup kita. Pokok itu bisa muncul di dalam berbagai macam bentuk dan warna, bisa dalam bentuk nasionalisme, ideologi, partai, agama dan lain sebagainya, tergantung apa yang kita anggap sebagai yang utama di dalam hidup. Bila orang telanjur mengidentifikasi diri dengan pokok yang keliru, tentu orang pun akan terpengaruh untuk secara keliru meletakkan harapan-harapan dan langkah-langkah di dalam hidupnya.

Orang-orang Yahudi yang menjadi sidang pendengar Yesus di dalam kutipan injil hari ini tahu dengan pasti akan makna pokok anggur di dalam perumpamaan Yesus. Banyak kali di dalam perjanjian lama agama dan bangsa Israel disebut sebagai pokok anggur (bdk Mzm 80:8; Yes 5:7; Hos 10:1) yang ditanam oleh Allah sendiri. Maka bila Yesus mengatakan bahwa Dialah pokok anggur, mereka pasti memahaminya sebagai undangan untuk mengalihkan ketaatan dan kesetiaan mereka dari nasionalisme Yahudi kepada pribadi dan pengajaran Yesus Kristus. Yesus lebih meyakinkan mereka lagi dengan mengatakan bahwa Dia bukan hanya pokok anggur, tetapi pokok anggur yang benar. Kata “benar” ditambahkan di sini untuk menunjukkan otentisitasnya, dalam perlawanan dengan pokok anggur yang palsu. Menerima Yesus sebagai pokok anggur yang benar, di mana hidup kita mengakar dan bertumbuh, berarti menerima Dia sebagai satu-satunya yang dapat menuntut ketaatan dari kita. 

Burung elang yang telah bertumbuh secara salah di dalam ceritera pembuka tadi adalah laksana sebuah ranting pada pokok yang keliru atau palsu. Itulah sebabnya ia pun bertumbuh dan memproyeksikan perkembangan dirinya secara keliru. Seandainya ada burung yang bijaksana yang mengatakan yang sebenarnya kepadanya, ia pastilah telah mengubah identifikasi dirinya dari seekor ayam kampung menjadi seekor elang. Perbedaan radikal di dalam pemahaman diri ini akan memungkinkan tumbuhnya di dalam diri suatu kemampuan yang luar biasa yang pasti akan membedakan seekor elang dari seekor ayam kampung. Pelajaran yang dapat kita petik di sini adalah bahwa kesadaran diri kita tidaklah boleh lagi pertama-tama kita lihat dalam kaitan dengan bangsa, status sosial dan ekonomi, ras, gender atau bahkan lembaga agama. Kita pertama-tama haruslah melihat diri kita di dalam kaitan dengan Kristus sebagai pokok anggur yang benar dan kita dalam kesatuan dengannya sebagai ranting. Hanya dengan begitu kita mampu untuk menghasilkan buah yang baik, buah yang sama dengan yang telah dihasilkan oleh Kristus sendiri. Kristuslah pokok anggur yang benar dan kitalah ranting-rantingnya; sudahkah kita sungguh sadar bahwa Dialah satu-satunya sumber dan tempat hidup kita mengakar?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”