HARAPAN


Hari Minggu Biasa XII

Hari Raya Kelahiran Yohanes Pembaptis


Pastor Sani Saliwardaya, MSC


Hari ini bersama seluruh Gereja, kita merayakan Hari Kelahiran Yohanes Pembaptis. Kelahiran Yohanes Pembaptis sangat penting dalam seluruh rangkaian Rencana Keselamatan Allah bagi manusia, sehingga St. Agustinus berpendapat bahwa perayaan Kelahiran Yohanes Pembaptis semestinya diperingati seperi perayaan Kelahiran Yesus. “Kita merayakan kelahiran Yohanes seperti kita merayakan Kelahiran Yesus. Tidak ada leluhur yang diperingati begitu mulia”.

Kisah Kelahiran Yohanes diceritakan dalam Kitab Suci secara ajaib, dalam arti sarat dengan campur Tangan Ilahi dan pesan-pesan Keselamatan. Orang tuanya, Zakharia adalah seorang imam dari keturunan Abia, dan Elizabet dari keturunan Harun (bdk. Luk. 1:5). Keduanya adalah orang-orang saleh dan benar di hadapan Tuhan. “Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat” (Luk. 1:6). Sebagai orang benar dan saleh, mestinya mereka berada dalam rahmat Allah. Dan di sinilah letak tantangan yang mereka hadapi. “Mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya” (Luk. 1:7).

Pasangan suami-istri yang tidak dikaruniai anak, bagi bangsa Israel, merupakan aib. Kita ingat kisah Abraham. Abraham, orang pilihan Allah, juga tidak mempunyai anak sampai pada masa tuanya. Sara, istrinya, juga sudah “mati haid” (Kej. 18:11). Secara natural-biologis, mereka sudah tidak memiliki kemungkinan untuk mempunyai anak. Karena campur tangan Allah (bdk. Kej. 18:10-14), akhirnya mereka mendapatkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ishak (bdk, Kej. 21:1-3). Dan karena kelahiran anaknya ini, aib Sara dihapuskan sehingga dia berani berkata, “Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku. Siapakah tadinya yang dapat mengatakan kepada Abraham: Sara mempunyai anak? Namun aku telah melahirkan seorang anak laki-laki baginya pada masa tuanya” (Kej. 21:6-7).

Kegirangan Sara karena kelahiran Ishak, anaknya ini, bisa disejajarkan dengan kegembiraan Elisabet ketika menerima kunjungan Maria, sanaknya itu. “Siapakah aku inI sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan” (Luk. 1:43-44)

Baik pasutri Abraham-Sara maupun pasutri Zakharia-Elisabet bisa mendapatkan keturunan, di satu pihak, memang karena campur Tangan Allah, tetapi di lain pihak, karena mereka juga senantiasa berharap kepada-Nya. Meskipun menanggung aib karena tidak dikarunia keturunan, mereka tetap menjalani hidupnya dan melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggungjawab. Mereka menjalani kehidupannya sebagaimana yang semestinya dijalani. Mereka tidak mengenal putus asa. Mereka memiliki pengharapan yang sangat kuat, yang mengalahkan beban aib yang mereka tanggung dan bahkan rasa keputusasaan. Campur Tangan Penyelenggaraan Ilahi bersamaan dengan Pengharapan yang kuat itulah yang membuahkan hasil kegirangan dan kegembiraan.

Pengharapan mereka yang begitu kuat kepada campur Tangan Allah bukan hanya membuahkan hasil bagi mereka sendiri saja, tetapi keturunan merekapun menjadi orang-orang yang mampu memberikan, menumbuhkan harapan kepada orang lain. Secara khusus, marilah kita memfokuskan perhatian kita pada pesta hari ini, yakni Kelahiran Yohanes Pembaptis.

Yohanes, yang menjadi perintis jalan Pewartaan Yesus, memberitakan kepada bangsanya, “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu,……..dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan” (Luk.3:3b-4). Situasi konkret bangsa Israel pada saat itu yakni sedang berada dalam kekuasaan bangsa Romawi. Situasi penjajahan ini membuat mereka kehilangan harapan. Sebagai bangsa Terpilih, bangsa yang semestinya dilindungi oleh Tuhan, ternyata mereka diserahkan kepada bangsa lain, bahkan bangsa yang mereka anggap kafir, bangsa Romawi. Harga diri mereka sebagai bangsa Terpilih runtuh. Mereka tidak mempunyai kekuatan fisik untuk memberontak atau melawan bangsa Romawi yang jauh lebih kuat dan lengkap persenjataannya. Mereka menerima situasinya tanpa harapan akan kemerdekaan. Dalam situasi kehilangan harapan itu, muncullah kelompok-kelompok yang mewartakan harapan baru. Kelompok ini mewartakan dan mengingatkan kembali kepada bangsa Israel bahwa Allah YHWH tidak akan pernah melupakan mereka. Allah YHWH akan mengingat perjanjian-Nya; YHWH tetap akan melindungi dan membebaskan mereka. MESSIAS akan datang membawa kebebasan. Kebebasan fisik harus diawali lebih dahulu dengan kebebasan rohani; artinya mereka, bangsa Israel ini harus kembali menaruh harapannya pada Tuhan YHWH. Mereka harus bertobat. Mereka harus membersihkan hati dan budi untuk kembali kepada Tuhan. Mereka harus dibaptis sebagai tanda bahwa mereka bertobat (mohon ampun) dan mereka diampuni oleh Tuhan. Dengan pertobatan dan penyucian inilah Keselamatan yang dari Tuhan akan menjadi nyata, tampak, dan kelihatan. Itulah harapan yang diwartakan oleh Yohanes.

Zakharia & Elisabet, orang tua Yohanes, memiliki harapan yang kuat terhadap campur Tangan Allah. Hidup dalam harapan sedemikian itu menjadi sikap & cara hidup mereka. Keturunan mereka, Yohanes, mewarisi sikap & cara hidup orang tuanya. Yohanes menjadi pewarta harapan bagi orang lain.


Dalam hal ini benarlah ungkapan, “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, atau ungkapan lainnya, “demikian orang tua demikian pula anak”. Dalam Camp Pria Sejati ada ungkapan “Video Papi”. Ungkapan-ungkapan itu hendak menekankan bahwa sikap & cara hidup orang tua pada umumnya akan menurun kepada anak (anak)nya.

Jadilah orang tua yang baik dan berpengharapan baik agar anak (anak) kita juga mejadi orang-orang yang baik dan berpengharapan baik pula.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”