Mengenal Kristus Sebagai Raja

HARI RAYA KRISTUS RAJA 
Pastor Paulus Tongli, Pr
Inspirasi dari Yoh. 18:33-37

Pesta Kristus Raja ditetapkan oleh Paus Pius XI pada tahun 1925. Pesta ini merupakan ungkapan iman kristiani bahwa kerajaan Kristus tidak hanya dirasakan di dalam hidup pribadi, tetapi juga di dalam kebersamaan. 

Pesta ini semula dirayakan pada hari minggu terakhir dalam bulan Oktober oleh Gereja Katolik. Sementara pada hari yang sama gereja-gereja protestan merayakan hari Reformasi. Konsili Vatikan II memindahkan perayaan ini ke akhir tahun liturgy dengan pertimbangan agar dapat dirayakan bersama oleh semua umat kristiani, baik katolik maupun protestan. Dengan perayaan ini semua gereja dapat memberikan kesaksian akan Kristus yang diakui dan diwartakan sebagai raja atas hidup kita dan atas seluruh dunia. 

Salah satu alasan mengapa pada awalnya pesta ini dirayakan pada hari Minggu terakhir dalam bulan Oktober adalah dalam hubungan dengan hari raya semua orangkudus yang jatuh pada tanggal 1 November. Para orang kudus adalah mereka, orang-orang biasa, laki-laki, perempuan, anak-anak atau orang tua yang dengan berani memberikan kesaksian akan Kristus di dalam hidup mereka baik hidup pribadi maupun dalam hidup bermasyarakat. Satu contoh dapat disebut yaitu St. Thomas More, yang belum lama ini dinobatkan sebagai santo pelindung para politikus. Thomas More adalah seorang pengacara yang cakap dan sekaligus seorang diplomat yang hidup dalam abad ke-16 di Inggris. Patriotisme dan loyalitasnya kepada tahta kerajaan Inggris menarik perhatian Raja Henry VIII, sehingga mengangkatnya menjadi penasehat raja Inggris, seorang awam pertama yang mendapatkan kehormatan memegang tanggung jawab tersebut. Namun apa yang Henry VIII tidak tahu adalah bahwa loyalitas Thomas More yang utama adalah loyalitasnya kepada Kristus, raja segala raja. 

Oleh karena itu ketika Henry VIII memutuskan untuk menceraikan istrinya Chaterine Aragon, dan menikahi Anne Boleyn, serta mengangkat dirinya menjadi kepala gereja Inggris, Thomas More menentangnya. Ia memilih meninggalkan posisi terhormat yang menjanjikan imbalan duniawi sebagai penasihat raja dan hidup dalam kemiskinan daripada menyetujui apa yang diyakininya melawan kehendak ilahi. Karena ia tidak mau mendukung kehendak raja, Thomas More ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara di menara London pada tahun 1534 dan menjalani hukuman pemenggalan kepala dalam bulan Juli pada tahun berikutnya. Dalam perjalanannya ke tempat eksekusi, More meneguhkan orang-orang yang berdiri di sepanjang jalan untuk tetap teguh dalam iman. Kata-kata terakhirnya yang sempat diungkapkannya adalah: “saya mati sebagai abdi raja yang baik, tetapi saya lebih tunduk kepada Allah”. Bagi Thomas More, mengakui Kristus tidaklah cukup di dalam hidup pribadi, di dalam hati dan di dalam rumah sendiri. Pengakuan akan Kristus juga haruslah ditunjukkan di dalam hidup bisnis dan kerja, termasuk di dalam hukum dan politik pemerintahan. 

Hal ini tidaklah berarti bahwa kerajaan Kristus akan diwujudkan di dalam kerajaan duniawi. Inilah pikiran Pontius Pilatus ketika ia mengadili Yesus, ketika ia bertanya, apakah Yesus adalah raja. Yesus menjawab dengan “Ya”, Ia sungguh seorang raja, tetapi bukanlah raja seperti yang ada di dalam pikiran Pontius Pilatus. “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.” (Yoh 18:36)Di mana letak perbedaan antara kerajaan Kristus dan kerajaan-kerajaan duniawi? Di sini kita dapat menyebut 3 hal: (1) kerajaan duniawi memiliki batas-batas territorial tetapi kerajaan Kristus bersifat universal. Kristus adalah raja tanpa batas. (2) kerajaan lain datang dan berlalu, tetapi kerajaan Kristus bersifat kekal. (3) kerajaan lain didukung oleh kekuatan militer dan ekonomi, tetapi kerajaan Kristus didukung oleh kekuatan kebenaran. Warga kerajaan Kristus oleh karena itu haruslah memperjuangkan kebenaran, juga manakala banyak tantangan dan rintangan untuk bersikap seperti itu. 

Ketika kita berbicara tentang kerajaan Allah, banyak orang bertanya: bagaimana dengan patriotisme dan sikap nasionalisme? Patriotisme dan nasionalisme tentu mempunyai tempat tertentu di dalam hidup orang Kristen, tetapi ketaatan kepada Allah haruslah berada di tempat yang pertama. Atas nama patriotisme dan nasionalisme banyak orang Kristen menyerahkan hati nuraninya kepada Negara. Jika Negara membenarkan suatu tindakan atas dasar hukum tindakan itu benar. Tetapi bila Negara mengatakan bahwa suatu tindakan melawan hukum, maka salahlah orang yang melakukannya. Suatu contoh yang baik adalah soal aborsi. Jika Negara membenarkannya, maka sah-sah saja melakukannya. Tetapi bila dilarang, maka salahlah orang yang melakukannya. Perayaan hari ini menantang kita untuk melakukan yang lebih baik daripada hal itu. Kita ditantang untuk menjalankan fungsi kritis kita pada hukum dan tata hidup bersama yang diatur oleh pemerintah. Kita harus mengukurnya berdasarkan hukum Kristus. Sebagai orang Kristen kita harus tunduk kepada Negara, tetapi ketundukan kepada Allah haruslah ditempatkan lebih tinggi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”