DENGARKANLAH DIA


HARI MINGGU PRAPASKAH II
Oleh  Pastor Sani Saliwardaya, MSC
Inspirasi Bacaan dari : 
Kej. 15:5-12, 17-18; Flp. 3:17-4:1; Luk. 9:28b-36

Ada seorang dari desa mengunjungi temannya di kota. Mereka berjalan bersama-sama di suatu jalan protokol yang sangat ramai. Tiba-tiba teman yang dari desa itu berhenti dan berkata kepada temannya: “ Akhirnya, di tengah kota yang bising dan ramai ini ternyata ada juga bunyi jangkrik. Sungguh tak kusangka”. Temannya dari kota berkata, “ Saya tidak mendengarnya! Apakah kau tidak salah dengar?”. “ Tidak!”, jawab teman dari desa itu. “ Saya kira jangkrik itu ada di balik tanaman hias itu, “ lanjutnya, sambil menunjuk ke sudut sebuah taman yang ada di pinggiran jalan tersebut. 

Keduanya menyibak rerumputan di sekitar taman hias itu, dan benar….. di sana ada seekor jangkrik yang sedang menyanyi. Teman dari kota itu berkata, “ Wah, telingamu tajam sekali!”. “ Ah tidak “, jawabnya. “ Telingamu sama tajamnya dengan telingaku; juga telinga semua orang yang hilir mudik di depan dan di belakang kita ini. Kalau tidak pecaya, coba perhatikan……!”. Lalu ia mengambil uang logam dan menjatuhkannya di atas trotoar. Hampir semua orang menoleh karena mendengar gemerincing yang logam tersebut. 
Lalu teman dari desa itu berkata, “ Lihat…! Betul khan? Banyak orang kota mendengarkan gemerincing uang logam itu padahal bunyinya sama keras dengan bunyi jangkrik tadi. Pasti bunyi jangkrik itu tidak mereka dengar. Kita memang sering mendengarkan dengan hati, bukan hanya dengan telinga. Kita mendengar kepada apa yang hati kita tertaut!”
(disadur dari Percikan Kisah-Kisah Anak Manusia, karya Pst. Yosef Lalu, Pr.)

Injil hari ini mengajak kita untuk “mendengarkan Dia, Yesus, Anak Allah yang dikasihi-Nya”.
Setelah pengakuan Petrus tentang Diri-Nya, “Engkaulah Mesias dari Allah” (Luk.9:18-21), Yesus memberitahukan tentang penderitaan-Nya dan syarat-syarat mengikuti Dia (Luk. 9:22-27). Yesus nampaknya menyadari bahwa para murid-Nya belum memahami sepenuhnya apa yang diajarkan-Nya (bdk. Mrk. 8:31-9:1 dan Mat. 16:21-28). Karena itu, Yesus mengajak mereka ke atas gunung untuk berdoa (Luk. 9:28) agar bisa mengendapkan dan merenungkan apa yang diajarkan-Nya itu. Sementara berdoa, Yesus berubah rupa dan menampakkan kemuliaan-Nya (ay.29), dan Dia didampingi oleh Musa dan Elia (ay.30) dua orang tokoh dan Nabi besar dalam Perjanjian Lama. 

Setelah terbangun dari tidurnya (ay.32) dan ketika melihat kemuliaan Yesus, Petrus secara spontan mengungkapkan kekaguman dan kebahagiaanya serta ingin tetap tinggal dalam situasi kekaguman dan kebahagiaan itu (ay.33).
Petrus memang memiliki spontanitas yang amat tinggi; dan karena spontanitas itu dia sering tidak memahami sendiri apa yang dia katakan (ay.33b). bahkan Yesus sendiri pernah menegur sikap spontanitas Petrus itu (bdk. Mat. 26:34; Yoh. 13:38). Dan ketika para murid masih diliputi suasana kekaguman itu, terdengarlah suara dari dalam awan yang menyelimuti mereka, “ Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah DIa” (ay. 35).
Suara yang mirip juga terdengar ketika Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan, “ Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan “. (Luk. 3:22).  
Suara surgawi pada saat setelah pembaptisan Tuhan hendak menegaskan siapakah Yesus, yakni Anak Allah yang kepada-Nya Allah sendiri berkenan. Sedangkan suara surgawi pada saat Yesus menampakkan kemuliaan-Nya hendak menegaskan maksud perutusan Yesus, yakni agar pewartaan-Nya didengarkan, bukan hanya dikagumi saja.
Apa makna bacaan Injil bagi kita di masa Prapaskah ini?
Seperti dalam kisah di atas, kita lebih terarah pada hal-hal yang menarik hati kita sendiri, dan kurang memberi perhatian, bahkan melupakan hal lain. Kita pada umumnya lebih suka mendengarkan berita-berita yang menyenangkan kita. Hal yang sama dialami oleh Rasul Paulus ketika menghadapi umatnya di Filipi. Nampaknya nasehat-nasehat Paulus kurang didengarkan di Filipi, sehingga dia menuliskannya sambil menangis karena banyak orang hidup sebagai musuh-musuh Kristus (Flp. 3:18).

Pada masa Prapaskah ini kita diajak untuk 
1. Memberi perhatian dan mengarahkan telinga hati dan budi kita untuk mendengarkan suara Tuhan. Sekurang-kurangnya pada waktu Perayaan Ekaristi kita mencoba mendengarkan Sabda Allah ketika dibacakan dan ketika dijelaskan dalam kotbah / homili.
2. Hening dan berdoa mendengarkan bisikan Tuhan dalam hati ketika kita belum memahami siapa Yesus dan apa kehendak-Nya bagi kita. Sikap spontan seperti Petrus malahan semakin membuat kita tidak tahu arah. 
3. Mengubah sikap dari mengagumi karya Allah yang dinikmati sendiri ke sikap memngagumi karya Allah yang dibagikan / disharingkan kepada sesame, khususnya orang0orang terdekat di sekitar kita
Membangun sikap untuk mendengarkan membutuhkan pertobatan.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”