CINTA TANPA BATAS


HARI MINGGU PASKAH II/C
Hari minggu kerahiman ilahi
Oleh: Pastor  Sani Sali Wardaya, MSC
Inspirasi Bacaan dari :
Kis. 5:12-16; Why. 1:9-11a, 12-13, 17-19; Yoh. 20: 19-31

Sejak tahun 2000, diprakarsai oleh Beato Paus Yohanes Paulus II, Minggu Paskah II oleh Gereja dinyatakan sebagai hari minggu Kerahiman Ilahi. Liturgi Perayaan malam Paskah, yang sarat dengan lambang-lambang liturgis, secara istimewa menyentuh misteri puncak karya keselamatan Allah, dan secara istimewa pula menyentuh pokok iman kekristenan kita; yakni bahwa Yesus mengalami kesengsaraan dan wafat di kayu salib karena dosa-dosa manusia, dan Dia dibangkitkan karena kerahiman ilahi yang tak terbatas. Yesus yang mencintai manusia secara habis-habisan dibangkitkan oleh Kasih Allah yang tanpa batas.
Kalau kita menelusuri teks-teks Kitab Suci, banyak sekali ditemukan kutipan-kutipan yang menunjuk pada cinta Yesus yang luar biasa. Cinta-Nya itu ditampakkan dalam bentuk pemberian Diri-Nya dan pengampunan-Nya.
Pemberian Diri-Nya pertama-tama dinyatakan dalam pelayanan-Nya yang tak mengenal lelah. Setelah mengajar banyak orang, Yesus dan para rasul-Nya bermaksud untuk istirahat sejenak di suatu tempat yang sunyi karena selama pelayanan mereka begitu sibuk sehingga tidak sempat makan dan minum (bdk., Mrk. 6:31-32). Tetapi, ketika melihat orang banyak yang berdatangan mencari-Nya, Yesus tidak sampai hati melihat mereka karena mereka seperti domba tanpa gembala. Karena itulah Yesus melupakan waktu istirahat-Nya dan mulai mengajar mereka kembali (bdk. Mrk. 6:34), dan bahkan memberi mereka makan (bdk. Mrk. 6:37-42). Pemberian Diri yang berikutnya ialah bahwa Yesus tidak akan meninggalkan para pengikut-Nya sendirian seperti yatim piatu yang tidak mempunyai pelindung. Setelah pemberitaan-Nya tentang kematian-Nya, dan setelah memberikan nasehat-nasehat terakhir-Nya (bdk. Yoh. 12: 20 – 13:38), para rasul mulai kebingungan tentang masa depan mereka (bdk. Yoh. 14:1-14). Diwakili oleh Thomas dan Filipus, para  rasul mengajukan beberapa pertanyaan kepada Yesus. “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?” (Yoh. 14:5). “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” (Yoh. 14:8). Yesus menyadari kegelisahan mereka. Maka Ia menjanjikan kepada mereka seorang penolong, seorang pendamping yang akan menyertai mereka selama-lamanya (bdk. Yoh. 14: 16-18). Pemberian Diri yang lainnya, yang senantiasa kita kenangkan dalam Perayaan Ekaristi ialah pemberian hidup-Nya sendiri. Ia memberikan Tubuh dan Darah-Nya, sebagai makanan, sebagai kekuatan hidup manusia. Dan pemberian Diri ini menjadi begitu mengharukan dan menyentuh hati karena diberikan sebelum Yesus ditangkap dan disesah untuk disalibkan (bdk. Luk. 22:14-23). Yesus sepertinya tidak menghendaki Tubuh dan Darah-Nya mati dan hilang dengan sia-sia, maka sebelum wafat-Nya, Dia memberikan-Nya kepada para murid-Nya. suatu pemberian Diri yang sangat total, tanpa batas, tak terukur.
Cinta-Nya yang tanpa batas itu juga diwujudkan-Nya dalam sikap pengampunan.
Dalam teks-teks Kitrab Suci banyak ditemukan juga kutipan-kutipan di mana Yesus bersahabat dengan para pendosa. Persahabatan-Nya ini bukan merupakan dukungan terhadap sikap keberdosaan mereka, tetapi merupakan upaya pendekatan Yesus untuk mengajak mereka bertobat (bdk. Kisah Zakheus, Luk. 19:1-10; kisah Lewi si pemungut cukai, Mat. 9:9-13; kisah wanita yang kedapatan berjinah, Yoh. 8:1-11), bahkan Yesus tidak segan-segan untuk makan bersama para pendosa (bdk. Mat. 9:10; Luk. 15:2). Yesus pun nampaknya tidak terlalu menghiraukan kritikan orang-orang yang menganggap dirinya benar.  Ketika Ia bersantap bersama para pendosa, orang-orang Farisi menanyai murid-murid-Nya, “ mengapa gurumu makan bersama-sama dengan para pemungut cukai dan orang berdosa?” (Mat. 9:11). Dan Yesus menjawab, “Bukan orang sehat memerlukan tabib, melainkan orang sakit” (Mat. 9:12). Juga ketika Yesus menumpang di rumah orang yang berdosa, orang bersungut-sungut tentang Dia, “Dia menumpang di rumah orang berdosa” (Luk. 19:7).  Ketika Yesus diurapi kaki-Nya oleh seorang perempuan yang dianggap berdosa, orang Farisi berkata dalam hatinya, “Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan ini adalah seorang berdosa.” (Luk. 7:39-40). Dan pengampunan yang luar biasa yang ditunjukkan Yesus ialah Ia mengampuni orang-orang yang telah menyiksa Diri-Nya (Luk. 23:34). 
Cinta Kasih Yesus yang luar biasa ini, yang diwujudkan dalam pemberian Diri-Nya dan pengampunan-Nya, menjadi paripurna dalam misteri sengsara dan wafat-Nya. Karena itulah, Allah sangat meninggikan Dia (bdk. Flp. 2:9). Cinta Kasih Yesus yang luar biasa ini menjadi tanda dan serentak perwujudan dari Cinta Kasih Allah, Bapa-Nya (bdk. Yoh. 3:16; Yoh. 14:21-24; 15:9-10); suatu tanda dari Kerahiman Ilahi; Allah yang Maharahim.
Suatu refleksi.
Ketika kita menyadari bahwa Allah, di dalam dan dengan perantaraan Yesus Kristus, Putra-Nya, telah melimpahi kita, manusia, dengan kasih yang tak terbatas, kasih tak terukur (bdk. Ef. 3:18), maka masih mampukah kita terus menerus meminta sesuatu dari Dia untuk kepentingan diri kita sendiri? Marilah, kita mencoba meneliti doa-doa pribadi kita masing-masing. Manakah yang lebih sering kita doakan: doa permohonan, doa tobat, atau doa syukur? 
Semoga kita senantiasa lebih mensyukuri dan berterima kasih atas Kerahiman Ilahi dari pada meminta sesuatu demi kepentingan diri sendiri saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”