BAGI SIAPAKAH AKU INI MENJADI SESAMA MANUSIA?

Menarik sekali pertanyaan yang diajukan oleh Tuhan Yesus seperti disebutkan dalam Lukas 10:36 , "Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" Menarik, karena pertanyaan tersebut masih tetap relevan ditanyakan pada saat kini, di sini. Juga menarik, karena pertanyaan tersebut sangat berbeda dengan yang diajukan oleh si ahli Taurat, yang untuk membenarkan dirinya sengaja bertanya "Siapakah sesamaku manusia?" 
Harian KOMPAS edisi Senin 5 Oktober 2009 memuat artikel berjudul "Persahabatan Semesta di Ranah Minang". Di situ dipaparkan bahwa hingga hari Minggu tanggal 4 Oktober 2009, ada 72 lembaga kemanusiaan internasional dari 17 negera datang ke Tanah Minang. Mereka diorganisasi oleh United Nation Office for the Coordination of Humanitarian Affairs dengan bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Satkorlak Provinsi Sumatera Barat. Berbagai tindakan kemanusiaan dilakukan. Relawan dari Jerman dan Jepang membuka tenda pengobatan termasuk menyediakan fasilitas untuk melakukan pembedahan. Relawan dari Australia melakukan penyulingan air laut untuk dijadikan air tawar siap minum. Ada juga yang tergabung dalam Telecoms Sans Frontieres, yaitu sebuah organisasi kemanusiaan yang menyediakan akses komunikasi di daerah bencana. Para relawan tersebut dengan ikhlas dan tulus melakukan tindakan kasih kepada para korban yang sedang menderita. 
Mengulurkan bantuan sebagai sahabat tanpa memandang ras, suku bangsa, agama dan bahasa. Tak mempersoalkan atribut atau embel-embel apapun yang melekat pada para korban. Mereka datang dari jauh karena memiliki belas kasihan. Lalu menempatkan diri sebagai sesama manusia yang siap sedia memberikan pertolongan. Setelah membaca ilustrasi di atas, marilah kita simak sejenak perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus tersebut : 
1. Pertolongan yang diberikan oleh orang Samaria itu pun semata-mata berdasar belas kasihan yang muncul dari hati. Karena empati dan simpati. Bukan supaya dipuji. Orang Samaria itu tak mengenal sang korban, dan tidak repot mencari tahu apakah dia sesama orang Samaria atau bukan. Yang menjadi perhatiannya hanyalah satu , bahwa yang sedang tergeletak tak berdaya itu adalah sesama manusia yang sedang membutuhkan pertolongan, lalu dia menempatkan dirinya sebagai sesama manusia yang mengulurkan tangan. 
2. Belas kasihan ditindaklanjuti dengan tindakan. Ia tidak hanya melihat dan berteriak, ‘Aduh kasihan’. Dengan sigap ia menuangkan anggur dan minyak ke atas luka-lukanya, lalu dengan cermat pula membalutnya, kemudian dengan hati-hati menaikkan sang korban ke atas keledainya, membawanya ke penginapan dan merawatnya. Alangkah lengkap yang ia lakukan! Sebagai sesama manusia bagi si korban, ia menghadirkan hormat dan kasih. Menuang cinta tanpa pamrih. Mengorbankan waktu, tenaga dan harta. Karena yang ditolongnya adalah sesama manusia. 
3. Tuntas dalam menolong. Orang Samaria itu masih meminta kepada pemilik penginapan agar melanjutkan merawat sang korban. Ia menyerahkan 2 dinar, bahkan menjanjikan akan mengganti jika terjadi kekurangan biaya perawatan. Pertolongannya tidak sekedarnya. Tidak asal saja. Kasih yang ada di hatinya begitu besar sehingga menghasilkan tindakan yang baik dan benar. 
Saudara, dalam kehidupan kita sehari-hari ternyata tidak mudah bersikap seperti orang Samaria. Kalau mau jujur, kita sebagai orang percaya seringkali terjebak dalam sikap mental yang cenderung melakukan pemilahan dan pembedaan secara naif dan sempit. Menyikapi banyaknya penderitaan yang dialami oleh sesama kita, sering terlambat bereaksi ataupun bertindak, bahkan tak jarang justru menghindar dengan berbagai dalih. Tak mau repot. Tak mau ambil risiko. Seringkali pula, sesama manusia diartikan dangkal, yaitu hanya yang dikenal, hanya yang sealiran, hanya yang sepaham, hanya yang menguntungkan. Parahnya lagi, seringkali kita menganggap diri lebih tinggi. Sehingga kita gagal menjadi sesama manusia bagi sesama kita. Padahal, bukankah Kristus yang adalah Anak Allah telah memberikan contoh nyata? Tuhan Yesus rela datang ke dunia untuk menjadi sesama manusia yang sesungguhnya bagi kita para korban dosa. Bahkan rela menanggung risiko terburuk, yaitu mengorbankan Diri-Nya hingga wafat di kayu salib demi keselamatan kita. Setia melayani, tuntas mengasihi, sempurna mengayomi. Berani menyatakan kebenaran, siap berkorban. 
Seperti yang tertulis dalam Titus 3 : 4 – 7 : "Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita". 
Kini, sudahkah siap memberi jawab jika Tuhan bertanya, "Bagi siapakah engkau menjadi sesama manusia?" *** ( sisilia lilies – kota wisata ) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”