Bisakah Komuni (Hosti Kudus), Dikunyah?

Tidak ada dokumen Gereja yang menyebutkan secara eksplisit tentang bagaimana seharusnya kita ‘memakan’ Ekaristi/ Komuni Kudus. Namun prinsipnya jelas diajarkan, bahwa karena Kristus benar- benar hadir dalam rupa Hosti tersebut (lihat KGK 1364, 1366, 1382, 1085), maka kita yang menerima-Nya harus memperlakukan-Nya dengan hormat. Jadi sebaiknya, hosti dibiarkan hancur sendiri di dalam mulut kita, atau jika perlu mengunyah, lakukan seperlunya, dan bukan untuk dikunyah seperti mengunyah biskuit atau kacang. Kehadiran Kristus di dalam Ekaristi bermula pada waktu konsekrasi dan berlangsung selama rupa roti dan anggur masih ada (lihat Katekismus, KGK 1377). Maksudnya pada saat hosti dicerna di dalam tubuh kita dan sudah tidak lagi berbentuk hosti, maka itu sudah bukan Yesus. Jadi kira-kira Yesus bertahan dalam diri kita [dalam rupa hosti] selama 15 menit. Sudah selayaknya kita menggunakan waktu itu untuk berdoa menyembah-Nya dengan ucapan syukur.
Maka hal dikunyah atau dikulum, sesungguhnya menjadi secondary, sebab yang terpenting adalah kita menerima Komuni dengan hormat dan syukur. Karena jika kita telah menerima-Nya dengan sikap batin sedemikian, maka umumnya kita akan dapat memperlakukan Kristus yang masuk dalam tubuh kita dengan sikap yang layak.
Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 17 April 1980, mengajarkan: “Umat beriman dianjurkan untuk tidak lupa mengucap syukur yang layak [kepada Tuhan] setelah Komuni. Mereka dapat melakukan hal ini sepanjang perayaan dengan periode hening, dengan menyanyikan lagu pujian, mazmur, atau madah syukur lainnya, atau juga setelah perayaan, jika memungkinkan dengan tinggal di gereja untuk berdoa selama waktu yang pantas.” (Inaestimabile Donum, 17)
Demikian semoga ulasan di atas berguna bagi kita semua.
Sumber: Situs Katolisitas

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”