Blackberry dan Bela Rasa

Akhir-akhir ini, saya didesak untuk memiliki Blackberry. Saya memang percaya bahwa Blackberry mampu membantu saya untuk cepat memeriksa email dan mengetahui berita penting, sehingga saya pun dapat menjawabnya dari mana saja saya berada. Sedangkan saat ini, saya hanya bisa memeriksa email kalau sudah di rumah, di kantor, atau terpaksa meminjam akses internet milik teman. 
Bila memiliki Blackberry, saya tidak akan ketinggalan berita. Lewat BBM yang beranggotakan sanak saudara, saya juga bisa mengetahui apa yang terjadi dengan mereka. Seorang teman mengungkapkan, betapa relasi antara kakak dan adik menjadi semakin baik karena BBM grup keluarga. Melalui grup itu, dia langsung tahu mengenai keadaan orangtuanya di Medan yang sedang sakit, dan adiknya di Surabaya yang akan ujian. Jadi, karena tidak mempunyai Blackberry, saya tidak bisa langsung tahu apa yang terjadi dengan anggota keluarga, padahal mereka juga memakai Blackberry. Saya jadi yakin, Blackberry memang berguna.
Lantas, bagaimana dengan Twitter dan Facebook? Katanya, Twitter penting untuk mereka yang kegiatannya ingin disimak follower. Sedangkan Facebook penting untuk menyambung relasi dengan banyak orang termasuk teman-teman lama. Saya juga mendengar bagaimana Twitter, Facebook, dan Blackberry dipakai untuk menggerakkan banyak orang agar lebih peduli terhadap penderitaan, bahkan untuk mendukung calon dalam pilkada entah di Amerika Serikat atau di Jakarta.
Lantas, mengapa sampai saat ini saya belum mempunyai Blackberry, Twitter, dan Facebook? Barangkali karena saya takut belum cukup mempunyai bela rasa. Dulu saya pernah mempunyai web blog untuk mengumumkan siapa saya dan apa yang saya lakukan. Lama-lama, saya merasa hanya promosi diri sendiri. Saya juga sempat mempunyai akun Facebook namun saya tutup karena saya tidak sanggup meng-update data saya dan menanggapi update teman-teman.
Sempat saya iyakan saja semua yang mau jadi relasi hingga jumlahnya agak banyak. Lama-lama saya merasa tidak adil kalau saya tidak aktif menanggapi. Saya tidak ingin Facebook saya diisi cuma sebagai sarana mempromosikan diri sendiri, sementara saya tidak mempunyai cukup bela rasa untuk menanggapi masalah-masalah orang lain yang saya akui sebagai teman dan relasi.
Saya juga takut kalau mempunyai Blackberry, hanya memakainya untuk menyampaikan masalah-masalah pribadi. Saya takut kalau malahan saya yang tidak mempunyai cukup bela rasa ketika terjadi sesuatu dengan teman saya. Jangan sampai teman saya menulis status sedang sakit disertai emoticon sakit dan saya diam saja seolah tidak peduli.
Saya kira semua media sosial seperti Twitter, Facebook, web blog, milis, dan Blackberry, sebaiknya dipakai dengan menggunakan semangat bela rasa yang terarah kepada orang lain, bukan sebagai media promosi diri sendiri. Kalau ada yang sakit dan berduka, apakah kita tergerak dan bergerak? Kalau ada ketidakadilan, apakah kita semua tersentuh dan mencari jalan keluar bersama-sama?
Semoga semua media sosial juga dipakai untuk menggerakkan kepedulian sosial, serta menggerakkan orang agar terlibat masalah-masalah yang terkait kepentingan publik. Saat ini ada berbagai masalah sosial yang kita hadapi sebagai bangsa dan Gereja. Misalnya saja masalah lingkungan hidup, pendidikan nilai, korupsi, kekerasan, dan sebagainya. Mungkinkah menggunakan semua media sosial untuk menggerakkan orang agar mempunyai bela rasa dan berjuang bersama untuk membangun dunia yang lebih baik?

oleh: Ferry Sutrisna Wijaya, Pr
Sumber:www.hidupkatolik.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”