Hari Minggu Evangelisasi 2014


Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Minggu Evangelisasi Sedunia 

ke 88 – 19 Oktober 2014

Saudara saudari yang terkasih,

Saat ini, masih banyak masyarakat yang belum benar-benar mengenal Yesus Kristus. Untuk alasan inilah, misi Ad Gentes menjadi demikian penting. Semua anggota Gereja dipanggil untuk turut serta berpartisipasi dalam misi ini, mengingat pada dasarnya Gereja adalah missioner : Ia lahir ”untuk mewartakan keluar”. Hari Minggu Evangelisasi sedunia merupakan sebuah momen istimewa ketika seluruh Gereja dari seluruh belahan benua terlibat dalam doa dan gerakan nyata demi kesetiakawanan dalam mendukung Gereja-gereja muda di tanah misi. Peristiwa ini merupakan sebuat perayaan rahmat dan sukacita. Sebuah perayaan rahmat, karena Roh Kudus yang diutus oleh Bapa menawarkan kebijaksanaan dan kekuatan kepada orang-orang yang taat pada tindakan-Nya. Sebuah perayaan suka cita, karena Yesus Kristus, Putera Bapa, telah diutus untuk mewarta ke seluruh dunia, mendukung dan selalu mendampingi perjuangan missioner kita. Suka cita Yesus dan para murid misionaris ini menuntun saya untuk menawarkan sebuah ayat alkitab, yang dapat kita temukan dalam Injil Lukas (bdk 10:21-23).
Diceritakan oleh penginjil bahwa Tuhan mengutus tujuh puluh dua murid untuk pergi berdua-dua ke kota-kota dank e desa-desa untuk memberitakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, dan mempersiapkan orang-orang untuk bertemu Yesus. Setelah melakukan misi pewartaan tersebut, para murid kembali dengan penuh suka cita : yang mana sukacita ditekankan di awal tema dan merupakan pengalaman missioner pertama yang tak terlupakan. Namun tetap Sang Guru Agung mengatakan kepada mereka: “Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga. Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata: “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat.” (Bdk Luk 10:20-21,23)

Lukas menyajikan tiga skema. Pertama, Yesus berbicara kepada murid-muridnya, kemudian kepada Bapa, dan kembali berbicara kepada murid-murid. Yesus bermaksud agar murid-murid dapat merasakan sukacita-Nya, dengan cara yang berbeda dan lebih agung dari apa yang pernah para murid alami sebelumnya.
Para murid dipenuhi dangan sukacita, kegairahan akan adanya kuasa pada mereka untuk membebaskan orang-orang dari setan. Tetapi Yesus memperingati mereka agar sukacita para murid bukan ditujukan karena kuasa yang telah mereka terima, melainkan lebih kepada sukacita karena kasih yang telah mereka terima, “…. karena namamu ada terdaftar di sorga.”(Luk 10:20). Para murid telah diberi pengalaman akan kasih Allah, dan juga kemampuan untuk membagikannya. Maka pengalaman ini adalah sebuah alasan untuk bersyukur dan bersukacita kepada kasih Yesus. Penginjil Lukas melihat bahwa kegirangan (para rasul) ini dalam sisi pandang komunitas Tritunggal: “Yesus bersukacita dalam Roh Kudus”, berpaling pada Bapa-Nya dan memuji Dia. Momen sukacita yang mendalam ini timbul dari luasnya kasih dan pengabdian Yesus kepada Bapa-Nya, Tuhan atas langit dan bumi, yang bersembunyi dari orang-orang yang bijak dan pandai, dan yang menujukkan diri pada orang-orang yang miskin dan lemah. (Bdk Luk 10:21). Allah bersembunyi sekaligus menyatakan diri, dan dalam doa pujian hal ini merupakan hal yang selalu ditonjolkan. Apa yang telah Allah nyatakan, dan apa yang Allah sembunyikan? Misteri Kerajaan-Nya, perwujudan ke-ilahian dalam diri Yesus, dan kemenangan-Nya atas setan.

Allah menyembunyikan diri dari orang-orang yang terlalu percaya akan kemampuan diri sendiri dan mengaku telah mengetahui segalanya. Mereka telah dibutakan oleh kelancangan mereka sehingga hati mereka tidak bisa menyediakan ruang untuk Allah. Kita dapat mengacu pada kisah-kisah jaman Yesus, dimana Yesus berulang kali menegur orang-orang pada jaman itu, dan patut disadari juga bahwa teguran tersebut selalu ada, berlaku juga bagi kita di jaman ini dan hendaknya menjadi perhatian kita. “Orang-orang kecil” – dalam hal ini – adalah orang-orang sederhana, miskin, terpinggirkan, tidak didengarkan, mereka yang lelah dan dibebanilah yang disebut Yesus “berbahagia.” Mereka-mereka itu adalah seperti Maria, Yusuf, nelayan-nelayan Galilea dan murid-murid yang dipanggil Yesus pada saat Ia berkotbah.
“Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.” (Luk 10:21) Harus dipahami, perkataan Yesus ini mengacu pada kegembiraan batin-Nya. Kata “berkenaan” menggambarkan rencana keselamatan dan kebajikan bagi seluruh umat manusia. Keberkenanaan ilahi inilah yang membuat Yesus bersukacita, karena keinginan Allah untuk mengasihi manuasia dengan kasih yang sama sebagaimana yang telah Ia berikan bagi Putera-Nya. Penginjil Lukas juga menyinggung kegembiraan serupa dari Bunda Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku” (Luk 1:47). Ini adalah kabar baik yang mengarah kepada keselamatan. Bunda Maria, yang sedang mengandung bayi Yesus, bertemu Elisabet dan bersukacita dalam Roh Kudus saat ia melantunkan Kidung Maria (Magnificat). Yesus, yang melihat keberhasilan misi para murid dan sukacita yang mereka peroleh, bersuka cita dalam Roh Kudus dan ditujukan dalam Doa kepada Bapa-Nya. Baik sukacita Maria dan sukacita Yesus tersebut adalah sukacita seiring dengan misi keselamatan, untuk cinta Bapa kepada putera-Nya yang turun kepada kita, dan melalui Roh Kudus memenuhi kita dan menganugerahkan kehidupan Tritunggal kepada kita

Bapa adalah sumber sukacita, Putera-Nya adalah perwujudannya, dan Roh Kudus yang memenuhinya. Segera setelah memuji Bapa – Penginjil Matius Memberitahu kita – “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan” (Mat 11:28-30). “Sukacita Injil memenuhi hati dan kehidupan semua orang yang berjumpa dengan Yesus. Mereka yang menerima tawaran keselamatan-Nya dibebaskan dari dosa, kesedihan, kekosongan dan kesepian batin. Bersama Kristus sukacita selalu lahir.” (Evangelii Gaundium, 1[1])

Bnda Maria sendiri mengalami perjumpaannya dengan Yesus melalui cara yang unik, yang mana perjumpaan Bunda Maria tersebut menjadi “causa nostrae laetitiae “(=penyebab sukacita kita). Para murid, dalam kisah mereka, menerima panggilan mereka untuk mengikuti Yesus dan diutus oleh-Nya untuk memberitakan Injil. (Bdk Mrk 3:14), maka mereka dipenuhi dengan sukacita. Jadi, mengapa kita tidak ikut serta dalam kelimpahan sukacita tersebut?
“Bahaya besar dunia saat ini, adalah merasuknya pola kehidupan masyarakat yang sangat konsumtif, menyebabkan kebinasaan dan penderitaan yang dilahirkan dari hati yang berpuas diri, hati yang terpaut untuk mengejar kesenangan-kesenangan yang dangkal, dan hati nurani yang tumpul.” (Evangelii Gaundiu, 2[2]). Sangatlah perlu bagi umat manusia untuk meraih keselamatan yang dibawa Yesus. Murid-murid-Nya, adalah mereka yang membiarkan hidup mereka untuk semakin dirampas oleh kasih Yesus dan ditandai dengan kobaran semangat (membangun) Kerajaan Allah dan pewartaan sukacita Injil. Seluruh murid Tuhan dipanggil untuk memelihara sukacita evengelisasi. Para uskup, sebagai yang paling bertanggungjawab atas tugas ini, memiliki tugas untuk meningkatkan persatuan gereja-gereja di keuskupannya dalam misinya memelihara sukacita evangelisasi ini. Mereka dipanggil untuk menyadari bahwa sukacita yang disampaikan Yesus diungkapkan dengan kesediaan diri untuk mewartakan ke tempat-tempat yang jauh dan juga yang belum terjangkau yang ada di wilayah mereka, tempat dimana sejumlah besar masyarakat miskin menanti-nantikan kabar sukacita ini.

Di berbagai belahan dunia sedang terjadi krisis panggilan imamat dan hidup bakti. Hal ini seringkali terjadi karena tidak adanya penularan semangat kerasulan di dalam komunitas-komunitas yang tidak memiliki semangat kerasulan ini, sehingga upaya untuk menggalakkan penggilan ini sering gagal. Sukacita Injil lahir dari perjumpaan dengan Yesus dan dari berbagi dengan orang miskin, Maka dengan alasan inlah saya mendorong paroki-paroki, lembaga-lembaga dan kelompok-kelompok untuk menggalang kehidupan persaudaraan yang kental, berlandaskan cinta kepada Yesus dan kepedulian terhadap kebutuhan orang-orang yang kurang beruntung. Dimana ada sukacita, semanga, dan hasrat untuk mewartakan Kristus pada orang lain, maka panggilan yang tulus akan muncul. Diantara panggilan-panggilan yang akan bermunculan ini, tidak seharusnya kita mengabaikan kaum awam untuk turut serta dalam misi ini. Telah terjadi peningkatan kesadaran akan jati diri dan keinginan untuk mewartakan di kalangan umat awam Gereja, kesadaran bahwa mereka dipanggil untuk membawakan peran yang penting dalam mengabarkan sukacita Injil. Seiring dengan kesadaran tersebut, maka mereka harus dibekali pemahaman yang memadai agar dapat menghasilkan kegiatan kerasulan yang efektif.
“Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Kor 9:7). Hari Minggu Evangelisasi sedunia juga merupakan kesempatan untuk mengobarkan kembali hasrat dan kewajiban moral dalam ambil bagian mewartakan sukacita seperti yang tertera dalam dokumen Ad Gentes. Kontribusi-kontribusi pribadi yang berupa sumbangan finansial adalah bukti persembahan dir, pertama untuk Tuhan, dan kemudian untuk orang lain; dengan cara ini, kurban materi akan menjadi sarana evangelisasi manusiawi yang dilandaskan cinta kasih.

Saudara saudari terkasih, pada Hari minggu Evangelisasi Sedunia ini pikiran saya tertuju pada semua gereja di daerah-daerah. Jangan sampai kita kehilangan sukacita evangelisasi! Saya mengundang saudara/i sekalian untuk melibatkan diri dalam sukacita Injil dan memelihara kasih yang dapat mengobarkan panggilan dan misi Anda. Saya menghimbau masing-masing Anda untuk mengulang kemabali, seolah-olah Anda sedang membuat pendalaman atas ziarah Anda, bahwa “cinta pertama” anda dengan Tuhan Yesus Kristus menghangatkan hati Anda, bukan hanya sekedar untuk megenang, melainkan lebih kepada untuk bertekun dalam sukacita. Para murid bertekun dalam sukacita saat mereka merasakan kehadiran-Nya, melakukan kehendak-Nya, dan berbagi dengan orang lain walaupun berbeda iman, dengan harapan dan kasih Injili.

Mari kita bermohon dengan perantaraan Bunda Maria, yang merupakan sosok panutan pewarta Injil yang rendah hati dan penuh sukacita, sehingga Gereja dapat menjadi keluarga yang menyambut, laksana seorang ibu bagi semua orang dan sumber kelahiran kembali bagi dunia kita.

Dari Vatikan, 8 Juni 2014, Hari Raya Pentakosta

Fransiskus

———————–

[1] “The joy of the Gospel fills the hearts and lives of all who encounter Jesus. Those who accept his offer of salvation are set free from sin, sorrow, inner emptiness and loneliness. With Christ joy is constantly born anew” (Evangelii Gaudium, 1)

[2] “The great danger in today’s world, pervaded as it is by consumerism, is the desolation and anguish born of a complacent yet covetous heart, the feverish pursuit of frivolous pleasures, and a blunted conscience” (Evangelii Gaudium, 2)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”